Sabtu, 16 Februari 2019

Merefleksikan Politik Kita Hari ini


Kalau mengingat-ingat apa yang pernah disampaikan oleh Soe Hok Gie bahwa politik itu kotor, bisa diterka-terka memang, bahwa bisa jadi politik itu kotor. Tapi apakah kekotoran politik itu bersifat bawaan? Atau kekotoran politik hanyalah sebuah keniscayaan yang tidak terelakkan karena kehidupan umat manusia ini dinamis? Hingga detik ini, kita mengamini bahwa menjadi rahasia umum bahwa dalam politik di Negeri ini--bahkan di dunia kampus tempat saya tinggal sendiri, terdapat dosa-dosa yang menyebalkan. Pada batasan ini, apa sih politik itu? Apa makna politik ini ketika ia berada di tubir-tubir pra pesta demokrasi?
Arestoteles pernah berujar dengan kesimpulan begini. Bahwa yang membedakan manusia dengan binatang itu adalah manusia punya persepsi baik dan jahat, adil dan zolim, beda dengan binatang. Mereka tidak punya itu. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa perangkat yang menjadikan manusia memiliki keunggulan tersendiri adalah nurani. Nurani yang dibangun di atas landasan utuh kemanusiaan hingga mewujudkan prinsip etik. Sayangnya, kehidupan itu sungguh pun kejam. keinginan hanya akan tetap menjadi keinginan ketika ia tidak diupayakan dengan cara apa pun, dan dalam cara apa pun itu terdapat ‘kepentingan-kepentingan dengan laku yang memuat dosa-dosa yang menyebalkan. Persoalannya kemudian adalah apakah kita mesti dikendalikan secara utuh oleh kepentingan itu, atau keinginan itu mesti dikekang dengan cakram rem yang bernama kesadaran diri yang dilandasi oleh nilai-nilai kebaikan kolektif?
Sekarang kita tengah dekat dengan Pemilihan umum serentak. Hingga detik ini jika kita berjalan-jalan kemana pun kita akan berjumpa dengan paslon atau wajah-wajah legislator yang segar tengah dipasarkan. Tidak banyak yang tau--atau mungkin telah menjadi rahasia umum pula, bahwa ada cerita-cerita menyedihkan di sana yang dibalut dalam sengitnya persaingan.
Bicara tentang hidangan utama pesta pemilihan umum ini, media sosial juga tidak tinggal diam. Ia turut menampilkan citra dukungan yang diberikan oleh Pendukung dua pasang calon Pemimpin Bangsa sehingga makin semaraklah pesta ini. Yang jadi soal adalah ketika semarak pra pesta ini memekakkan telinga batin kita sebagai masyarakat awam hingga ia memperkeruh akal sehat.  Terlebih di medsos. Uh, kalau mengingat-ingat istilah cebong dan kampret, kaum bumi datar, kaum unta jenggot, berita-berita hoax dan ujaran kebencian lainnya, tentu kita menyadari mestinya hal ini haruslah bisa digali 'itibarnya. Maksudnya, bahwa memang ini merupakan hal alamiah dalam dinamika sosial, mafhum pula disadari bila ini merupakan proses pendewasaan masyarakat kita dalam upaya menemukan kebaikan bersama dalam menentukan nilai yang manusiawi dalam ber-Indonesia. Meskipun begitu, kita tidak bisa untuk tidak perduli; bahwa ini haruslah diwaspadai karena pada pra kontestasi politik, ibarat sungai yang dipenuhi oleh limbah-limbah sampah ia bisa sewaktu-waktu menggenang dan membanjiri dataran nalar sehat kita. Bayangkan sampah-samlah itu terlalu banyak. Bisa ditebak akan timbul wabah penyakit atau ia bisa menjadi air bah yang meluluh lantahkan diri kita. Akhirnya, kita terkontaminasi. Akhirnya akan sulit menanam bibit kebaikan di atas dataran akal sehat yang implikasinya akan sukar mengekang cara dalam mencapai kepentingan tersebut agar tetap berada dalam rambu-rambu etika kemanusiaan kita.
Bahwa politik kita hari ini merupakan medan yang dikekang oleh sistem demokrasi. Bahwa menurut Arsatillah, komunikasi merupakan jantungnya demokrasi, maka untuk mengukur sehat tidaknya demokrasi tersebut bisa dilihat dari kualitas komunikasi publik dalam menarasikan politiknya. Dengan demikian, berkaca dengan kondisi saat ini, kita bisa tau bagaimana kesehatan politik hari ini. Dengan hasil penilaian tersebut, akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa politik merupakan cara publik itu untuk bereksistensi. Senantiasa bergerak di antara kenicayaan dan kebebasan, bertarung di antara kebermanfaatan dan kesia-siaan, serta bergulat di antara ketatanan dan ketidak tatanan—demikian yang ditulis secara sederhana oleh Arsatillah. Ihktiar yang dibalut dengan harapan yang diidamkan, politik pra pesta demokrasi sedari awal hanya menawarkan kita sebuah momentum untuk berharap dan--mesti, bertaruh menggunakan modal hak suara untuk memastikan apakah kita telah benar memposisikan diri sebagai pemilih dari siapa pun yang kita inginkan melalui pencitraan diri sebagai pemilih dengan komunikasi politik yang sehat dan cerdas, atau Pemilih dengan bentang kepala yang larut dalam derasnya sungai politik yang kotor.
Oleh : Abdu Syahid (Angkatan PAB 2018)
2:45  WITA, 7 Februari 2018


Merefleksikan Politik Kita Hari ini
Kalau mengingat-ingat apa yang pernah disampaikan oleh Soe Hok Gie bahwa politik itu kotor, bisa diterka-terka memang, bahwa bisa jadi politik itu kotor. Tapi apakah kekotoran politik itu bersifat bawaan? Atau kekotoran politik hanyalah sebuah keniscayaan yang tidak terelakkan karena kehidupan umat manusia ini dinamis? Hingga detik ini, kita mengamini bahwa menjadi rahasia umum bahwa dalam politik di Negeri ini--bahkan di dunia kampus tempat saya tinggal sendiri, terdapat dosa-dosa yang menyebalkan. Pada batasan ini, apa sih politik itu? Apa makna politik ini ketika ia berada di tubir-tubir pra pesta demokrasi?
Arestoteles pernah berujar dengan kesimpulan begini. Bahwa yang membedakan manusia dengan binatang itu adalah manusia punya persepsi baik dan jahat, adil dan zolim, beda dengan binatang. Mereka tidak punya itu. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa perangkat yang menjadikan manusia memiliki keunggulan tersendiri adalah nurani. Nurani yang dibangun di atas landasan utuh kemanusiaan hingga mewujudkan prinsip etik. Sayangnya, kehidupan itu sungguh pun kejam. keinginan hanya akan tetap menjadi keinginan ketika ia tidak diupayakan dengan cara apa pun, dan dalam cara apa pun itu terdapat ‘kepentingan-kepentingan dengan laku yang memuat dosa-dosa yang menyebalkan. Persoalannya kemudian adalah apakah kita mesti dikendalikan secara utuh oleh kepentingan itu, atau keinginan itu mesti dikekang dengan cakram rem yang bernama kesadaran diri yang dilandasi oleh nilai-nilai kebaikan kolektif?
Sekarang kita tengah dekat dengan Pemilihan umum serentak. Hingga detik ini jika kita berjalan-jalan kemana pun kita akan berjumpa dengan paslon atau wajah-wajah legislator yang segar tengah dipasarkan. Tidak banyak yang tau--atau mungkin telah menjadi rahasia umum pula, bahwa ada cerita-cerita menyedihkan di sana yang dibalut dalam sengitnya persaingan.
Bicara tentang hidangan utama pesta pemilihan umum ini, media sosial juga tidak tinggal diam. Ia turut menampilkan citra dukungan yang diberikan oleh Pendukung dua pasang calon Pemimpin Bangsa sehingga makin semaraklah pesta ini. Yang jadi soal adalah ketika semarak pra pesta ini memekakkan telinga batin kita sebagai masyarakat awam hingga ia memperkeruh akal sehat.  Terlebih di medsos. Uh, kalau mengingat-ingat istilah cebong dan kampret, kaum bumi datar, kaum unta jenggot, berita-berita hoax dan ujaran kebencian lainnya, tentu kita menyadari mestinya hal ini haruslah bisa digali 'itibarnya. Maksudnya, bahwa memang ini merupakan hal alamiah dalam dinamika sosial, mafhum pula disadari bila ini merupakan proses pendewasaan masyarakat kita dalam upaya menemukan kebaikan bersama dalam menentukan nilai yang manusiawi dalam ber-Indonesia. Meskipun begitu, kita tidak bisa untuk tidak perduli; bahwa ini haruslah diwaspadai karena pada pra kontestasi politik, ibarat sungai yang dipenuhi oleh limbah-limbah sampah ia bisa sewaktu-waktu menggenang dan membanjiri dataran nalar sehat kita. Bayangkan sampah-samlah itu terlalu banyak. Bisa ditebak akan timbul wabah penyakit atau ia bisa menjadi air bah yang meluluh lantahkan diri kita. Akhirnya, kita terkontaminasi. Akhirnya akan sulit menanam bibit kebaikan di atas dataran akal sehat yang implikasinya akan sukar mengekang cara dalam mencapai kepentingan tersebut agar tetap berada dalam rambu-rambu etika kemanusiaan kita.

Bahwa politik kita hari ini merupakan medan yang dikekang oleh sistem demokrasi. Bahwa menurut Arsatillah, komunikasi merupakan jantungnya demokrasi, maka untuk mengukur sehat tidaknya demokrasi tersebut bisa dilihat dari kualitas komunikasi publik dalam menarasikan politiknya. Dengan demikian, berkaca dengan kondisi saat ini, kita bisa tau bagaimana kesehatan politik hari ini. Dengan hasil penilaian tersebut, akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa politik merupakan cara publik itu untuk bereksistensi. Senantiasa bergerak di antara kenicayaan dan kebebasan, bertarung di antara kebermanfaatan dan kesia-siaan, serta bergulat di antara ketatanan dan ketidak tatanan—demikian yang ditulis secara sederhana oleh Arsatillah. Ihktiar yang dibalut dengan harapan yang diidamkan, politik pra pesta demokrasi sedari awal hanya menawarkan kita sebuah momentum untuk berharap dan--mesti, bertaruh menggunakan modal hak suara untuk memastikan apakah kita telah benar memposisikan diri sebagai pemilih dari siapa pun yang kita inginkan melalui pencitraan diri sebagai pemilih dengan komunikasi politik yang sehat dan cerdas, atau Pemilih dengan bentang kepala yang larut dalam derasnya sungai politik yang kotor.

Oleh : Abdu Syahid (Angkatan PAB 2018)
2:45  WITA, 7 Februari 2018

Sabtu, 29 September 2018

"Supaya Otakmu Lebih Tajam Daripada Mulutmu"

Buku adalah jendela dunia, inilah kata-kata pepatah yang sering kita dengar ditelinga kita. Dan kita (mahasiswa) sebagai kaum berintelektual harus selalu menjaga budaya membaca buku sebagaimana mestinya.

Minat baca Indonesia sendiri masih sangat rendah, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara didunia hal ini diungkapkan oleh kepala Perpustakaan Nasional Muh Syarif Bando berdasarkan study "Most Littered Nation in The World 2016. 
Padahal jika kita ketahui manfaat dari membaca buku itu sangatlah banyak, yaitu:

1. Menambah wawasa
2. Berfikiran terbuka
3. Banyak inspirasi
4. Menghilangkan stress
5. Memudahkan dalam menulis
6. Dapat meningkatkan kualitas memori
7. Menambah kosakata

Dan masih banyak lagi manfaat dari membaca buku dalam kehidupan sehari-hari.

Maka dari itu, kami dari Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK) dan DEMA FEBI membuka lapak literasi, untuk kawan-kawan mahasiswa membaca buku sambil menikmati kopi gratis yang kami hidangkan agar kawan-kawan mahasiswa lebih nyaman dengan suasana terbuka dan lebih santai.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap;
Hari : Selasa dan Rabu
Pukul : 15.00 Wita - Selesai
Tempat : Taman Hijau UIN Antasari "Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun." -Voltaire

#mahasiswa #demokrasi #wakilrakyat #tirani #aksi #demonstrasi #indonesia #kalsel #Banjarmasin #kalimantanselatan #aliansi #aliansimahasiswa #aliansimahasiswakalsel
#DemokrasiMatiMahasiswaBangkit

#SaveRupiah #MahasiswaBergerak #SaveIndonesia #Ekonomi #LSISK
.
Hidup Mahasiswa...!
Hidup Mahasiswa...!!
Hidup Rakyat Indonesia...!!!
.
Sejak 2 tahun terakhir ini, Indonesia, negri kita tercinta telah dilanda permasalahan ekonomi. .
1. Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas (BBG).
2. Harga bahan pokok melonjak naik
3. Daya saing produk Indonesia melemah.
4. Meningkatnya Utang Luar Negeri (ULN)
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
6. Kemiskinan
7. Lemahnya nilai Rupiah dimata Dolar
Bahkan, Beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah sempat mencapai angka Rp. 15.000 per 1 Dolar, dimana hal ini akan berdampak pada stabilitas ekonomi bangsa Indonesia.
.
Hari ini, Mahasiswa sebagai "Agent Of Social Control" perlu bertindak dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di negeri ini. Jangan biarkan negri ini mengalami krisis moneter!
.
Karenanya, kami dari Aliansi Mahasiswa Se - Kalsel mengajak seluruh rekan-rekan seperjuangan, sesama mahasiswa untuk bergabung dalam aksi bertajuk "Selamatkan Rupiah, Selamatkan Rakyat". Yang dilaksanakan pada;
.
Hari/Tanggal : Kamis, 20 September 2018
Pukul : 09.00 - selesai
Rute : Masjid Sabilal Muhtadin - Bundaran HA - DPRD Kal-Sel
.
“Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh orang pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya.” - Umar bin khattab ra
.
Hidup Mahasiswa...!
Hidup Mahasiswa...!!
Hidup Rakyat Indonesia...!!!
.
Peserta Aksi: .
-LSISK
-UIN
-DEMA FASYA
-DEMA FEBI
-BEM ULM
-BEM UNISKA
-BEM UAY
-BEM STIHSA
-BEM STIMIK
-DPM STKIP PGRI
-GEMPA SURYANATA
-STITDARUL HIJRAH
.

#mahasiswa #demokrasi #wakilrakyat #tirani #aksi #demonstrasi #indonesia #kalsel #kalimantanselatan #aliansi #aliansimahasiswa #aliansimahasiswakalsel

Senin, 17 September 2018

INILAH FAKTA-FAKTA DIBALIK AKSI RICUH BANJARMASIN JUMAT 14-9-2018


Aliansi Mahasiswa - Aksi yang dilakukan Aliansi Mahasiswa pada jumat (14/9) lalu di DPRD Provinsi Kalsel adalah aksi lanjutan untuk menuntut pemerintah serius dalam menangani perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia, setelah sebelumnya 2 kali mereka mendatangi Wakil Rakyat tersebut, yakni jumat (7/9) dan senin (10/9) namun Aliansi Mahasiswa tidak ditemui Wakil Rakyat.

Dalam aksi hari jumat (14/9) Aliansi Mahasiswa yang kecewa atas sikap Wakil Rakyat tersebut kemudian menerobos masuk untuk menduduki Rumah Rakyat sebagai simbol bahwa rakyat tidak merasa terwakili oleh DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, yang berakibat papan nama serta pintu gedung DPRD mengalami kerusakan.

Namun peserta Aksi yang kembali melanjutkan aksi selepas shalat Jumat di masjid Raya Sabilal Muhtadin, langsung dihadang aparat dan anjing milik kepolisian, yang berujung pada penangkapan 38 orang dan 1 orang Mahasiswi peserta aksi mengalami luka gigit anjing di bagian paha.


Mahasiswi yang mengalami luka gigitan anjing langsung dirawat dan harus melakukan check up untuk dilakukan suntik mengobati rabies setidaknya sebanyak 5 kali. 

Adapun peserta aksi yang ditangkap, 31 orang dibebaskan hari itu juga, sedang 7 orang harus menginap di Polresta Banjarmasin.

Menyikapi penahanan 7 orang rekannya, Aliansi Mahasiswa kembali melakukan aksi pada hari sabtu (15/9) untuk menuntut pembebasan 7 orang tersebut. Namun menurut kepolisian mereka telah ditetapkan sebagai tersangka atas pengrusakan beberapa fasilitas di DPRD Provinsi Kalimantan selatan atas tuntutan DPRD, ungkap kepolisian.

Mengetahui rekannya ditetapkan sebagai tersangka, Aliansi meminta kepolisian memperlihatkan surat penetapan resmi dari kepolisian, namun hingga kini surat yang dimaksud belum diterima oleh Aliansi Mahasiswa.

"Kami bersyukur rekan kami telah dibebaskan malam ini (sabtu 15/9), meskipun kami kecewa atas status tersangka yang ditetapkan kepolisian hanya dalam kurun waktu 1 hari" tutur Ade, salah seorang peserta aksi.

"Kami terkejut saat melihat pihak Rektorat dari UIN Antasari mendatangi Polresta Banjarmasin, meskipun kami juga mengapresiasi bantuan yang dilakukan pihak Rektorat atas inisiatif institusi" tambahnya.

Untuk status dari 7 orang yang sempat ditahan di Polresta Banjarmasin, masih dalam masa penangguhan hingga 10 hari kedepan terhitung sejak sabtu (15/9). 

"Jika tuntutan atas pengrusakan beberapa fasilitas di Rumah Rakyat oleh DPRD Provinsi Kalsel tidak dicabut dalam waktu tersebut, maka kasus atas 7 orang tersebut akan dilanjutkan ke meja hijau" ujar kepolisian.

Melihat kejadian ini, kita tentu sangat prihatin. Dengan dasar:
- Dalam sejarah Demokrasi Indonesia, baru kali ini institusi legislatif menuntut pemidanaan terhadap rakyatnya, dalam hal ini Mahasiswa, hanya karena Aliansi Mahasiswa menaikan tensi pergerakan untuk menuntut Kesejahteraan Rakyat dan Perekonomian Bangsa, disebabkan pemerintah disinyalir tidak serius menanggapi isu tersebut
- Penetapan status Tersangka yang hanya memerlukan waktu 24 jam. Yang padahal, sejak 2016 lalu, sejak pertama kali mencuat isu dugaan Kunker Fiktif oleh Wakil Rakyat Provinsi Kalsel dengan prakiraan kerugian negara hingga 7 M, hingga kini belum ada nama yang keluar ditetapkan sebagai tersangka

Hari ini, profesionalitas kinerja Kejaksaan Tinggi Kalsel, DPRD Provinsi Kalsel, Kepolisian di wilayah Kalsel, Patut dipertanyakan.

Karenanya, Atas nama Keadilan, kami dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Selatan Menuntut:
1. Cabut dan bersihkan status tersangka yang disematkan pada rekan kami dengan pernyataan resmi
2. Usut tuntas kasus Kunker Fiktif di DPRD Provinsi Kalsel
3. Hentikan sikap represif Kepolisian saat mengamankan rakyat saat menyampaikan aspirasi
4. Tindak Tegas Pemilik beserta Anjing yang menggigit mahasiswi peserta aksi
5. Kejaksaan dan Kepolisian bersikap adil dan tegas dalam bekerja

Mahasiswa tak pernah takut menyuarakan kebenaran demi Rakyat, meski harga itu harus dibayar dengan jeruji besi. #HidupMahasiswa #HidupRakyat

Kamis, 22 Februari 2018

SAVE USMAN PAHERO



Tujuan negara dalam melindungi rakyatnya seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 .......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..... pada kenyataannya hanyalah omong kosong belaka, kasus-kasus intimidasi dan kriminalisasi marak terjadi di Indonesia, korbannya beragam: pejabat publik, aktivis petani, aktivis buruh, masyarakat adat, aktivis perempuan, jurnalis, nelayan dan pembela hukum publik.

Dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), sedikitnya 25 kasus kriminalisasi yang terjadi sepanjang 2015 lalu. Kasus tersebut tidak hanya menimpa pejabat publik seperti pimpinan KPK, tapi juga berbagai lapisan masyarakat lainnya, seperti buruh, petani, nelayan, jurnalis hingga masyarakat adat yang memperjuangkan hak mereka.

Kemudian catatan akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada Desember 2015 menunjukkan, jumlah kriminalisasi dalam konflik agraria meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012, ada 156 petani dan pejuang agraria yang ditangkap dan ditahan. Tahun 2013 naik menjadi 239 orang. Lalu di 2014 meningkat lagi  menjadi 255 orang. Dan di 2015 sebanyak 278 orang. Selama satu dekade, yakni 2004 hingga 2014, jumlah pejuang agraria yang ditangkap mencapai 1.395 orang.

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Anti Mafia Hutan juga mengemukakan, sepanjang Januari hingga Juni 2013 tercatat sudah ada 207 aktivis lingkungan yang ditangkap aparat keamanan.  Kondisi ini sangat memprihatinkan dimana para aktivis diproses hukum karena telah menyelidiki dugaan korupsi di sektor sumber daya alam.

Kriminalisasi juga menimpa masyarakat adat. Catatan Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) menyebutkan, sepanjang tahun 2015 ada 220 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di seluruh Indonesia. Dari 220 kasus tersebut, 5 orang masih berstatus sebagai terpidana dan tengah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Sementara sisanya sedang menjalani pemeriksaan di kepolisian. Ada juga yang tengah menjalani proses hukum di pengadilan.

Di sektor kelautan dan perikanan, para nelayan juga menjadi korban kriminalisasi. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat, sepanjang tahun 2013 hingga Juni 2016,  40 masyarakat pesisir lintas profesi (nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir) mengalami kriminalisasi.

Kebebasan pers dan berekspresi juga dipukul. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, sepanjang tahun 2015 terjadi 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dimana 3 diantaranya merupakan kasus kriminalisasi. Tidak mengherankan, posisi Indonesia dalam World Press Freedom Index 2015 melorot di posisi 138 dari 180 negara.

Terakhir, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menemukan, sepanjang tahun 2015 ada 49 orang yang mengalami kriminalisasi. Kriminalisasi tidak hanya dialami oleh pejabat negara ataupun aktivis anti korupsi, tetapi juga dialami oleh buruh yang melakukan aksi menuntut hak-haknya, pekerja bantuan hukum, dan aktivis lainnya.

Jum'at 16 Februari 2018, Kalimantan selatan dikejutkan dengan dibacoknya Usman Pahero salah seorang aktivis kotabaru, kalsel yang sering menyuarakan kebenaran dan keadilan, menolak tambang dan lain sebagainya. Kenapa sampai sekarang motif dan pelakunya belum juga ditemukan?  Ada apa dengan Polisi di kalimantan selatan? menangani kasus seperti ini saja tidak bisa?  jangan hanya makan gaji buta !

Kami menuntut Polda kalsel segera mengusut kasus pembacokan usman pahero sampai tuntas !!

Jumat, 02 Februari 2018

"Demokrasi, Pemilwa dan Ajang Ambisi Prematur"



          Aku pernah membaca di sajakserikat (akun instagram) yang isi tulisan singkatnya kira-kira begini  "Tahun depan adalah tahun ambisi dan tanggal di kalender terikat janji" Sejenak aku berpikir dan melihat keadaan di kampus dan sontak tertawa. Mungkin tahun ambisi di sini lebih duluan, pikirku. Pemilwa raya kata orang-orang. Wuih, memang ajang bergengsi dan paling ditunggu-tunggu tiap tahunnya. Bagaimana tidak? Tiap mahasiswa yang memenuhi kriteria dapat mencalonkan dirinya untuk menjadi pemimpin.

      Pemilwa dijalankan dalam skala kemahasiswaan sebenarnya hanya sebagai taman bermain. Taman bermain untuk mahasiswa belajar bagaimana berdemokrasi. Sebuah sistem pemerintahan dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Dan lagi, itu yang diharapkan oleh segenap lembaga di kampus. Tapi untuk realitanya? Entahlah, mungkin penilaian masing-masing kita yang mewakilkan.

    Semua calon ramai-ramainya membentuk timses, mencari suara, dan bahkan menggunakan espionase. Luar biasa memang, di dalam pertempuran untuk memenangkan kursi kekuasaan segala cara kadang ditempuh. Pragmatisme? Bisa jadi.

         Idealisme para calon akan dipertaruhkan di sini, di dalam sebuah panggung demokrasi. Pesta demokrasi dan juga pesta ambisi kalau boleh kubilang. Calon dipaksa dalam keadaan di mana hati nurani atau tujuan yang menang. Sehingga kadang bagi mereka yang maju mencalonkan diri namun belum melahirkan ambisi yang sehat otomatis akan terhempas, tanpa kata perduli. 

     Ambisi yang telah dikandung dilahirkan secara sembilan bulan dan ambisi prematur yang lahir hanya hitungan hari. Mari kita lihat, bagaimana serunya pesta demokrasi tahun ini.


Oleh: Raden / Indrajid Kurniawan LSISK2018

1 Februari 2018 
22.58 WITA

Pencarian